Meniru Prinsip Kesamarataan Masyarakat Tengger melalui Upacara Budaya Kasada

Hari Raya Yadya Kasada atau upacara budaya Kasada merupakan sebuah contoh unik sebuah ritual keagamaan yang bermula dari sebuah legenda. Tentu, pemahaman ini dinyatakan dengan mengenakan kacamata individu di luar keyakinan mereka yang merayakan hari tersebut.

Sebuah legenda adalah hanya sebuah cerita bagi yang tak meyakini dan itu bukanlah sebuah hal yang harus dipermasalahkan melainkan dipelajari dengan cermat. Masyarakat Tengger meyakini diri mereka memiliki asal mula dari leluhur yang sama yaitu Jaka Seger dan Rara Anteng.

Dalam legenda yang ada, keduanya membangun pemukiman masyarakat di dekat Gunung Bromo dan dianugerahi gelar Purbowasesa Mangkurat Ing Tengger—Penguasa Tengger yang Budiman. Nama Tengger sendiri diturunkan dari persatuan suku kata terakhir dari nama belakang keduanya, ‘teng’ dan ‘ger’. Sekarang, apa kaitan keduanya dengan upacara Kasada yang disebut di awal?

upacara Kasada

Jaka Seger yang merupakan putra Brahmana dan Rara Anteng yang adalah putri Raja Majapahit adalah sepasang suami-istri yang tidak dikaruniai keturunan. Suatu hari, keduanya bersemadi memohon berkah dari Yang Kuasa. Tuhan mendengarkan mereka dan memberikan mereka berdua karunia—namun dengan persyaratan yang menyakitkan: Anak bungsu mereka harus diserahkan kepada Sang Hyang Widhi dengan cara menceburkannya ke kawah Gunung Bromo.

Dengan 25 orang anak yang sehat, tentu kedua orang tua tersebut merasakan kebahagiaan yang sempurna. Begitu bahagia mereka sehingga mereka enggan menepati sumpah yang mereka berikan kepada Sang Widhi. Mereka pun ingkar janji dan Tuhan tak suka dengan ini. Bergolaklah Gunung Bromo akibat amarah Sang Kuasa dan anak bungsu mereka tiba-tiba hilang di balik jilatan api.

Dan selanjutnya, terdengarlah suara gaib yang menyatakan bahwa seluruh keturunan Tengger wajib melakukan upacara persembahan setiap hari keempat belas di bulan Kasada untuk menghormati Sang Hyang Widhi dan para leluhur. Itulah asal mula kemunculan Hari Raya Yadya Kasada, yakni ketika seluruh masyarakat Tengger melakukan sembahyang di lautan pasir, memuja dan memuliakan Sang Hyang Widhi, satu kali saja dalam satu tahun.

Rangkaian upacara budaya Kasada bermula dari sebuah pura di kaki Gunung Bromo yang bernama Pura Luhur Poten dan terus berlanjut hingga ke puncak gunung. Ritual ini dilakukan setiap bulan purnama, mulai dari saat tengah malam hingga sampai ke dini hari. Pura Luhur Poten adalah pusat peribadatan yang terdiri dari bangunan-bangunan yang disusun membentuk mandala berlapis tiga.

Terletak di tengah hamparan lautan pasir dan di kaki Gunung Bromo, Pura ini merupakan sebuah keindahan tersendiri yang melengkapi lanskap menakjubkan penggunungan Tengger. Masyarakat Tengger adalah kumpulan pemeluk agama Hindu. Sekalipun demikian, banyak corak yang membedakan mereka dari pemeluk Hindu lain di Indonesia. Mereka tak mengenal candi-candi seperti halnya Hindu di Jawa Tengah.

Mereka tak mengenal kasta seperti Hindu Bali sebab bagi mereka pengertian mengenai satu asal-mula dan satu leluhur telah mengukuhkan rasa persaudaraan yang kental. Semua orang berbeda nasib dan jalan hidupnya. Namun, di bawah Hari Raya Yadya Kasada, tak ada manusia yang berbeda.

Berlangganan Artikel Melalui Email!

Suka dengan artikel kami? Daftarkan email anda sekarang untuk mendapatkan artikel terbaru dari DetiaBlog

Load comments

0 Response to "Meniru Prinsip Kesamarataan Masyarakat Tengger melalui Upacara Budaya Kasada"